Cakrawala8.com, Jakarta
Dalam upaya memperjuangkan keadilan bagi ayahnya yang menjadi korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Asmara—anak keempat dari Angkasa alias Kocot—akhirnya datang ke Jakarta. Kehadirannya tidak sendiri. Ia didampingi tim hukum dari Perkumpulan Advokat Betawi (PADI) yang dipimpin oleh Adv. Jaka Syahroni, S.H., C.P.M, bersama jajaran pengacara muda dan senior lainnya yang bermarkas di Rumah Rakyat, Jalan H. Mukhtar, Joglo Raya, Jakarta Barat.
Asmara mengungkapkan bahwa ayahnya, Angkasa alias Kocot bin Hanafi, telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Kayuagung dalam perkara Nomor 89/Pid.B/2024/PN Kag atas tuduhan pembunuhan terhadap Saidina Ali—padahal menurut sejumlah saksi dan bukti, ayahnya tidak terlibat dalam pembunuhan tersebut yang terjadi di Dusun IV, Desa Padang Bulan, Kecamatan Jejawi, OKI, pada malam 30 Oktober 2023.
“Saya datang ke Jakarta untuk membuka mata publik dan wakil rakyat di DPR RI bahwa ayah saya tidak bersalah. Ini bentuk kesewenang-wenangan hukum yang tidak bisa dibiarkan,” tegas Asmara kepada awak media, usai melakukan koordinasi bersama tim hukum PADI dan menyampaikan permohonan audiensi resmi kepada Komisi III DPR RI.
Tim hukum yang dikomandoi Adv. Jaka Syahroni, S.H., C.P.M, menyatakan bahwa langkah hukum yang diambil kini bukan hanya membela hak korban, tapi juga untuk membongkar dugaan kesalahan prosedur dan rekayasa yang mengarah pada kriminalisasi.
“Kami menemukan banyak kejanggalan. Alat bukti lemah, saksi kunci Mizar telah mencabut BAP dan menyebut pelaku sebenarnya adalah Hendra, Samin, dan Ricky. Tapi justru Angkasa yang ditetapkan sebagai terdakwa. Ini ironis, dan kami akan kawal kasus ini sampai ke Mahkamah Agung jika perlu,” jelas Adv. Jaka Syahroni.
Tim advokat Betawi menyampaikan bahwa mereka telah menyusun berkas laporan resmi, termasuk dokumen kronologis, kesaksian saksi yang meringankan, serta surat pencabutan keterangan oleh Mizar yang sebelumnya berada dalam tekanan dan intimidasi oleh pelaku sesungguhnya.
PADI juga telah membuka jalur komunikasi dengan lembaga-lembaga pemantau hukum dan hak asasi manusia, serta menyampaikan tembusan kepada Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia sebagai bagian dari upaya advokasi publik dan sistemik.
Asmara menegaskan bahwa perjuangannya bukan semata demi membebaskan sang ayah, tetapi juga sebagai pelajaran penting agar institusi penegak hukum tidak menjadikan rakyat kecil sebagai korban pelampiasan dalam penyelesaian perkara.
“Bapak saya seorang petani biasa. Dia bukan pembunuh. Saya anaknya, saya saksi hidup bahwa malam itu bapak bersama warga lain menghadiri acara hajatan dan tidak pernah meninggalkan lokasi. Tapi karena sistem hukum yang cacat, ayah saya jadi tumbal,” kata Asmara dengan suara bergetar.
Kehadiran Asmara dan tim hukum PADI ke Jakarta menjadi titik balik penting dalam perjuangan membuka kembali kasus yang telah merenggut hak hidup seorang warga sipil secara tidak adil.
Mereka berharap Komisi III DPR RI segera merespon surat audiensi resmi yang telah diajukan, dan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kapolres OKI. (Muddin/Red)