Cakrawala8.com Wonogiri – Insiden kecelakaan tunggal yang melibatkan truk bermuatan plastik perabot rumah tangga kembali menyoroti kerentanan infrastruktur jalan di wilayah pegunungan Jawa Tengah. Pada Selasa pagi, 11 November 2025, sekitar pukul 05.30 WIB, kendaraan dengan nomor polisi W-8695-B terguling di tanjakan Jl. Raya Jatiroto–Tirtomoyo, tepatnya di Dusun Dawe Kidul, Desa Ngelo, Kecamatan Jatiroto. Peristiwa ini tidak menimbulkan korban jiwa, namun menimbulkan kerugian material signifikan dan mengganggu arus distribusi barang antarwilayah.
Truk tersebut, yang dikemudikan oleh Nur Hidayat (27), penduduk Tambak Mayor, Kecamatan Asemrowo, Surabaya, membawa muatan sekitar 4 ton bahan plastik dari Gresik, Jawa Timur, dengan tujuan akhir Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan rekonstruksi awal dari pengemudi, kegagalan mekanis terjadi saat proses pergantian gigi pada tanjakan curam. “Saat berusaha beralih dari gigi dua ke gigi satu, respons kendaraan terlambat, menyebabkan truk meluncur mundur sebelum akhirnya terguling,” ungkap Hidayat dalam wawancara pasca-insiden. Faktor kelebihan muatan diduga menjadi pemicu utama, di mana beban aktual melebihi kapasitas optimal untuk medan berbukit.
Dari perspektif teknis, jalur yang dikenal sebagai “Tunggangan” ini memiliki gradien kemiringan hingga 15-20 persen pada segmen tertentu, berdasarkan data topografi regional. Kondisi ini menuntut kendaraan bermotor berat untuk mengadopsi teknik pengendalian kecepatan yang ketat, termasuk penggunaan rem engine dan penghindaran overload. Evakuasi kendaraan rusak berlangsung hingga siang hari dengan bantuan derek berat, sementara muatan plastik sebagian besar tercecer dan memerlukan penanganan ulang untuk mencegah pencemaran lingkungan lokal.
Pihak berwenang setempat menekankan aspek pencegahan sistemik. Melalui pernyataan resmi, Kapolres Wonogiri AKBP Wahyu Sulistyo, S.H., S.I.K., M.P.M., yang disampaikan oleh Kasi Humas AKP Anom Prabowo, S.H., M.H., menyatakan bahwa larangan eksplisit terhadap kendaraan bermuatan berat di jalur tersebut telah diberlakukan sejak lama. “Rambu-rambu peringatan telah dipasang di titik-titik strategis untuk membatasi akses truk besar, mengingat risiko geografis yang inheren. Kepatuhan terhadap regulasi ini krusial untuk mengurangi probabilitas kecelakaan,” katanya. Ia juga menyoroti perlunya edukasi berkelanjutan bagi operator logistik mengenai batas muatan dan protokol tanjakan.
Secara lebih luas, kasus ini mencerminkan tantangan nasional dalam rantai pasok barang di daerah berelief ekstrem. Data historis menunjukkan bahwa 60-70 persen kecelakaan truk di Jawa Tengah bagian selatan terkait dengan faktor overload dan kegagalan mekanis pada tanjakan, menurut analisis internal lembaga keselamatan lalu lintas. Untuk mengatasi ini, rekomendasi akademis mencakup integrasi teknologi seperti sistem pemantauan muatan real-time dan peningkatan frekuensi patroli preventif. Polisi setempat telah mengintensifkan pengawasan di koridor rawan, termasuk pemeriksaan muatan acak, sebagai langkah antisipatif terhadap insiden berulang.
Peristiwa ini tidak hanya menjadi pelajaran bagi industri pengangkutan, tetapi juga menggarisbawahi urgensi harmonisasi antara regulasi lalu lintas dan praktik operasional di lapangan. Dengan demikian, pencegahan kecelakaan semacam ini memerlukan kolaborasi multipihak, mulai dari pengemudi hingga pembuat kebijakan infrastruktur.
(Katman)