Penggerebekan Judi Oglok di Wonogiri Ungkap Celah Pengawasan: Antara Penegakan Hukum dan Dampak Sosial
Wonogiri, Cakrawala8.com. 5 Oktober 2025 – Dua pekan lalu, Tim Resmob Sambernyawa Polres Wonogiri melakukan penggerebekan mendadak terhadap praktik judi oglok di Dusun Panderejo RT 03 RW 06, Desa Padeyan, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Aksi ini tidak hanya mengamankan lima pelaku, tetapi juga menyoroti ketidakselarasan antara upaya penegakan hukum polisi dengan pengawasan tingkat desa, yang berpotensi memperburuk dampak sosial di kalangan masyarakat pedesaan.
Judi oglok, permainan dadu tradisional yang melibatkan taruhan pada kombinasi gambar seperti kodok, ular, atau banteng, sering kali dilakukan secara sembunyi-sembunyi di wilayah pedesaan Jawa Tengah. Penggerebekan ini terjadi di tengah malam, sekitar pukul 02.00 WIB, ketika lebih dari lima orang sedang asyik berjudi. Namun, hanya lima yang berhasil ditangkap, sementara pelaku lainnya lolos. Kelima tersangka berinisial Gu, Ar, S, St, dan M, yang semuanya merupakan warga setempat.
Kepala Desa Padeyan, Sakino—yang akrab disapa Menot—menyatakan ketidaktahuannya atas kegiatan tersebut saat ditemui wartawan di rumahnya. “Saya sama sekali tidak menerima laporan atau pemberitahuan dari pengampu desa atau siapa pun sebelum penggerebekan dilakukan oleh tim Resmob,” ujarnya. Ironisnya, di antara pelaku ada ketua RT setempat berinisial S, yang turut ditangkap. Beberapa hari pasca-penangkapan, Ar dan S telah dibebaskan, sementara tiga lainnya—termasuk Gu—masih ditahan di ruang sel Polres Wonogiri. Situasi ini menimbulkan tanda tanya tentang konsistensi proses hukum dan potensi intervensi lokal.
Hal serupa disampaikan oleh Kepala Dusun Panderejo, Ingku Triyono, yang menyayangkan kurangnya koordinasi dengan pihak desa. “Tidak ada pemberitahuan sama sekali kepada pemangku wilayah. Kami baru tahu dari tetangga setelah kejadian,” katanya. Triyono juga menyoroti keterlibatan S sebagai ketua RT, yang dianggap sebagai figur pengawas lingkungan. “Anehnya, Ar dan S sudah pulang ke rumah dalam waktu singkat, sementara yang lain masih ditahan. Ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap penegakan aturan,” tambahnya.
Dari perspektif sosial, kasus ini mengungkap pola berulang di kalangan warga. Seorang supir berinisial T, yang kerap terlibat dalam kegiatan serupa, mengaku beruntung lolos karena meninggalkan lokasi sore hari sekitar pukul 09.15 WIB. Sementara itu, keluarga Gu merasa prihatin karena ia sudah pernah menjalani hukuman atas judi oglok dan adu jago beberapa tahun lalu. “Ini bukan yang pertama, dan keluarga khawatir akan dampak jangka panjang terhadap stabilitas rumah tangga dan ekonomi desa,” kata seorang kerabat Gu yang enggan disebut namanya.
Fenomena judi oglok di Wonogiri tidak terisolasi; laporan serupa dari wilayah lain menunjukkan tren peningkatan aktivitas ilegal semacam ini di pedesaan, di mana akses ekonomi terbatas menjadi pemicu utama. Tanpa koordinasi yang lebih baik antara polisi, pemerintah desa, dan masyarakat, penggerebekan seperti ini berisiko hanya menjadi reaktif, bukan preventif. Otoritas setempat diharapkan memperkuat program pencegahan melalui edukasi dan pengawasan komunal untuk memutus rantai masalah sosial yang lebih luas.
Pewarta : (Katman//Nandang Bramantyo)