Wonogiri, Cakrawala8.com 7 Juli 2025 – Keberadaan Koperasi Merah Putih (KMP) di berbagai desa dan kelurahan di Kabupaten Wonogiri masih menghadapi kebingungan dalam menjalankan unit usaha, meskipun koperasi tersebut telah resmi berbadan hukum. Sejumlah faktor utama yang menjadi penghambat antara lain terbatasnya modal usaha, belum adanya kejelasan regulasi dari pemerintah pusat, serta kurangnya kapasitas pengurus dalam memahami prinsip-prinsip koperasi.
Ketua KMP Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Widodo, mengungkapkan bahwa meskipun koperasi telah terbentuk sekitar satu bulan lalu, hingga kini belum ada arah usaha yang konkret untuk dijalankan. “Anggota dan pengurus memang sudah punya gambaran, tapi kita tidak bisa melangkah tanpa modal yang jelas,” ujar Widodo saat dihubungi oleh RI News melalui sambungan WhatsApp.
Menurutnya, simpanan pokok sebesar Rp50.000 per orang dan simpanan wajib Rp5.000 per bulan dari anggota tidak mencukupi untuk menjalankan unit usaha strategis yang telah ditentukan, seperti gerai sembako, apotek desa, klinik, maupun usaha logistik. “Kalau tanpa dukungan dana dari pemerintah, koperasi sulit untuk jalan,” tambahnya.
Dalam tahap awal, Widodo menegaskan bahwa KMP Desa Jatisari tidak akan menjalankan unit usaha simpan pinjam karena dinilai terlalu berisiko dan rentan terhadap penyelewengan dana (fraud). Apalagi, belum semua pengurus koperasi memahami prinsip koperasi secara menyeluruh.
Situasi serupa juga dihadapi oleh pengurus KMP di desa lainnya. Mereka mengeluhkan belum adanya kepastian aturan teknis yang menjadi panduan pelaksanaan koperasi di tingkat desa. Sosialisasi dari pemerintah pusat yang tidak sinkron dengan pemahaman pemerintah daerah hingga ke level desa kerap menimbulkan miskomunikasi.
“Kalau kami sudah mulai usaha, tapi ternyata di tengah jalan aturannya berubah atau tidak sesuai, itu akan menyulitkan,” keluh salah satu Ketua KMP Desa lain yang enggan disebutkan namanya.
Widodo menambahkan bahwa saat ini pengurus koperasi baru sebatas melakukan koordinasi internal dan dengan pemerintah desa untuk merumuskan bentuk usaha yang potensial. Namun, ketidakjelasan sumber pembiayaan dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Anggaran Pendapatan Belanja (APB) Desa menambah keraguan para pengurus dalam mengambil langkah operasional.
Ia juga menyoroti kurangnya pelatihan teknis yang seharusnya diberikan kepada pengurus koperasi sebelum pendirian KMP. Pelatihan tersebut penting untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan manajerial koperasi desa. Widodo berharap Pemerintah Kabupaten Wonogiri segera menyelenggarakan pelatihan dengan dukungan anggaran yang memadai, termasuk dari APBD Perubahan Tahun 2025.
“Meski koperasi sudah berbadan hukum, faktanya belum bisa beroperasi. Kami masih menunggu regulasi lanjutan dan pelatihan dari pemerintah,” tegas Widodo.
Fenomena mandeknya operasional KMP di Wonogiri ini menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan koperasi desa memerlukan penataan regulasi yang lebih matang, jaminan pembiayaan yang konkret, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Tanpa itu semua, KMP berisiko menjadi formalitas belaka tanpa dampak ekonomi yang nyata bagi masyarakat desa.
Pewarta : (Katman//Nandar Suyadi)