Pengungkapan Kasus TPPO Modus Pekerja Migran Ilegal oleh Polda Jateng: Refleksi atas Perlindungan Hukum Pekerja Indonesia
Cakrawala8.com Semarang, 20 Juni 2025 – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah berhasil mengungkap praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menargetkan para pencari kerja asal Indonesia, khususnya dari wilayah Jawa Tengah. Dalam pengungkapan yang diumumkan pada Kamis (19/6/2025), aparat menetapkan dua tersangka berinisial KU (42) asal Tegal dan NU (41) asal Brebes, yang telah merekrut dan mengirimkan secara ilegal sedikitnya 83 orang ke luar negeri, dengan modus janji kerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) dan pelayan restoran di Eropa.
Kepala Ditreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, menjelaskan bahwa para tersangka menjanjikan pekerjaan layak di Spanyol, Portugal, Yunani, dan Polandia dengan gaji berkisar antara €1.200 hingga €1.500. Namun kenyataannya, para korban—mayoritas berasal dari pedesaan di Jawa Tengah—harus bekerja secara paksa, tanpa dokumen resmi, dan digaji jauh di bawah standar yang dijanjikan.
“Korban dipaksa bekerja 24 jam dengan hanya 2 jam istirahat per hari, dan menerima gaji bulanan hanya €750 hingga €800. Mereka bahkan harus bersembunyi jika ada razia imigrasi, yang menandakan ketidaklegalan status mereka di negara tujuan,” ujar Dwi Subagio dalam konferensi pers.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan dua korban berinisial AM dan EKB yang memutuskan kembali ke Indonesia karena kondisi kerja yang buruk dan tidak sesuai harapan. Mereka menanggung sendiri biaya kepulangan dan langsung melapor ke pihak kepolisian, yang kemudian menindaklanjuti kasus ini dengan penyelidikan mendalam.
Berdasarkan hasil penyidikan, total kerugian yang diderita para korban mencapai lebih dari Rp5,2 miliar. Sejumlah barang bukti diamankan aparat, antara lain paspor, visa, bukti transfer dana, percakapan elektronik, satu unit mobil, dan dokumen perjanjian kerja yang digunakan untuk menipu para korban.
Polda Jateng saat ini tengah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri, Direktorat Jenderal Imigrasi, serta kementerian terkait guna melacak keberadaan 83 korban lain yang masih berada di luar negeri. Informasi sementara menyebutkan para korban masih bertahan hidup dengan pekerjaan serabutan dan sedang mengupayakan cara untuk kembali ke tanah air.
Baca juga : Brigjen TNI Yudha Airlangga Diangkat Menjadi Komandan Koopssus TNI: Tonggak Baru Kepemimpinan Pasukan Elite Gabungan TNI
“Kami pastikan upaya perlindungan terhadap korban tetap menjadi prioritas, termasuk dalam proses repatriasi dan pemulihan hak-hak mereka,” kata Kombes Dwi Subagio.
Kasus ini menegaskan kompleksitas praktik TPPO lintas negara dan pentingnya penegakan hukum secara tegas. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 81 jo Pasal 69 dan Pasal 83 jo Pasal 68 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman hukuman yang dikenakan mencapai pidana penjara minimal 3 hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
Regulasi tersebut mengandung norma perlindungan tidak hanya terhadap aspek administratif keberangkatan pekerja migran, tetapi juga menjangkau ranah pidana terhadap pihak-pihak yang mengeksploitasi, memperdagangkan, atau menyelundupkan tenaga kerja ke luar negeri tanpa prosedur sah.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keterangan persnya bersama Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela kunjungan resmi ke negara tersebut pada Kamis (19/6). Dalam kesempatan itu, Presiden menggarisbawahi peran kedua negara dalam kesepakatan perdagangan bebas di kawasan Eurasia.
Kepala Bidang Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya iming-iming kerja di luar negeri dengan prosedur ilegal. Ia mengimbau warga agar melakukan verifikasi terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja serta memastikan keberangkatan dilakukan melalui prosedur resmi.
“Eksploitasi manusia tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Polda Jateng berkomitmen untuk memberantas jaringan perdagangan manusia dan memberikan perlindungan kepada para pekerja migran yang menjadi korban,” tegasnya.
Dari perspektif hukum dan kebijakan publik, kasus ini menunjukkan urgensi penguatan sistem pengawasan terhadap agen tenaga kerja dan jalur rekrutmen informal, khususnya di wilayah pedesaan. Selain itu, edukasi hukum kepada calon pekerja migran, penguatan diplomasi perlindungan WNI di luar negeri, serta sinergi antara lembaga penegak hukum dan perlindungan sosial perlu terus ditingkatkan.
Kasus ini juga dapat menjadi bahan studi lebih lanjut mengenai efektivitas UU No. 18/2017 dan UU No. 21/2007 dalam merespons dinamika TPPO kontemporer yang semakin kompleks di era globalisasi migrasi tenaga kerja.
Pewarta : (Katman//Nandang Bramantyo)