Cakrawala8.com, Aceh
Pernyataan Direktur Utama PT Pembangunan Aceh (PEMA), Mawardi Nur, yang menyebut perusahaannya ingin menjadi "motor penggerak ekonomi daerah", kini terdengar paradoksal. Alih-alih memperkuat ekonomi Aceh secara nyata, PEMA justru menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di sebuah hotel mewah di Medan, Sumatera Utara – jauh dari tanah kelahirannya, Aceh.
Langkah ini menuai kritik tajam. Bagaimana mungkin sebuah perusahaan milik Pemerintah Aceh yang seharusnya menjadi contoh dalam mendorong geliat ekonomi lokal, malah membawa aktivitas penting seperti RUPS ke luar daerah? Ini bukan hanya soal tempat, tapi soal simbolisme dan konsistensi komitmen.
Jika PEMA benar-benar serius ingin menjadi penggerak ekonomi Aceh, kenapa uang perusahaan – dan secara tidak langsung uang rakyat – justru dibelanjakan di luar Aceh? Mengapa tidak memanfaatkan hotel, katering, dan jasa profesional yang ada di Aceh, sehingga roda ekonomi lokal bisa ikut berputar?
Pernyataan Dirut PEMA kini terlihat tidak selaras dengan tindakan nyata. Komitmen membangun ekonomi lokal seharusnya dibuktikan lewat setiap langkah kebijakan, termasuk hal-hal teknis seperti lokasi rapat strategis. Tanpa itu, jargon “penggerak ekonomi daerah” hanya akan jadi slogan kosong.
Kini, publik menunggu pertanggungjawaban moral dan administratif dari manajemen PEMA. Jika memang ingin mengubah wajah ekonomi Aceh, sudah sepatutnya semua kegiatan – terlebih yang menyangkut kebijakan besar – dilakukan di tanah sendiri, bukan di negeri sebelah. (Muddin/Red)